KEWIBAWAAN SBY TERANCAM
Akhir-akhir ini SBY sering berpendapat yang tidak masuk akal. Kenapa saya bilang tidak masuk akal? Contoh yang konkrit adalah pada kasus keistimewaan Jogja. Mengapa tiba-tiba ada kasus yang muncul di saat Jogja berada dalam keadaan tenang dan mencoba sembuh dari bencana yang baru menimpanya? Hal itu semua diakibatkan dari pernyataan SBY tentang demokrasi di negeri ini. Sultan yang merangkap menjadi gubernur dirasa tidak pas lagi karena mengabaikan nilai-nilai demokrasi yang berlangsung di Indonesia.
Namun, mari kita lihat arti demokrasi sendiri. Anak SMP maupun SMA tentu tahu apa arti demokrasi sendiri. Bisa saya katakan demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Lalu apa salahnya jika rakyat Jogja memilih untuk penetapan? Mereka juga rakyat. Mereka berhak beraspirasi. Selama hal itu tidak menyimpang, apakah itu salah?
Di sini kewibawaan SBY semakin diuji. SBY yang dulu dielu-elukan rakyat dan diberi kepercayaan untuk memimpin negeri ini kembali ternyata bertindak sebaliknya. Bukannya memikirkan rakyat, namun semakin hari semakin memikirkan harga dirinya atau bisa saya katakan carmuk (cari muka). Jangan-jangan desas-desus yang mengatakan bahwa SBY melakukan ini semua untuk partai memang benar adanya. SBY mengagungkan partai diriannya. Menyakitkan dan sangat kasihan kepada SBY yang mana sekarang kita telah memasuki era reformasi, bukannya orde lama di mana partai politik hanya mementingkan kepentingan golongan semata.
Saya pribadi amat tertarik dengan kasus keistimewaan Jogja karena saya cinta keistimewaan yang ada di sana. Jogja mendatangkan devisa besar bagi pariwisata Indonesia. Wisata menarik, budaya, adat dan segalanya seakan itu adalah magnet bagi para wisatawan. Bisa dikatakan saya konservatif terhadap Jogja sekarang ini.
Kasus SBY memengaruhi pandangan semua orang. Pernyataan kaum konservatif SBY terlalu mengada-ada apabila ada akan ada kecemburuan sosial di antara para Raja di nusantara. Contohnya sendiri Raja Kasultanan Cirebon, Sultan Sepuh XVII. Beliau mendukung Sultan untuk tetap mejadi gubernur. Suatu bukti bagi mereka yang percaya akan ada kecemburuan sosial.
Jadi, selama pemerintahan, SBY terlalu sering carmuk dan satu lagi koreksi, beliau sebagai presiden, panutan seluruh rakyat Indonesia, SEBAIKNYA BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR karena pidatonya akhir-akhir ini terlalu banyak dicampur dengan bahasa Inggris.
Oh ya, kembali ke masalah kewibawaan. Disebabkan ketidak percayaan serta kekecewaan masyarakat kepada pemerintahan SBY karena tindakan-tindakan beliau yang kurang bijak seperti tanggapan terhadap pemerintah Malaysia lalu ketidak hadiran di Belanda waktu lalu (Padahal sebagai kepala negara, SBY pasti dilindungi dan tidak mungkin dituntut apalagi beliau tamu kehormatan, sangat aneh. Terlalu berlebihan menanggapi reaksi. Menyedihkan). Keseluruhan hal ini membuktikan bahwa wibawa SBY turun atau pamor SBY turun di mata masyarakat. Dan apabila ini terus menerus terjadi, SBY tidak mau menerima masukan masyarakat, tunggu saja apa yang akan terjadi.
Satu catatan, pemerintahan kita demokrasi Pancasila. Menganut nilai-nilai luhur Pancasila yang bersumber dari kehidupan masyarakat Indonesia sejak dulu. Pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat harus tetap ditegakkan dan bukan pemerintahan dari, oleh dan untuk pemerintah. Apa gunanya demokrasi apabila yang terjadi demikian?
0 komentar:
Posting Komentar